Baitul Hikmah Depok - Baik santri pesantren atau tanpa pesantren, abangan atau mondok, dan kriteria-kriteria lainnya. Mereka ikut serta mendengungkan kemeriahan peringatan identitas mereka sebagai seorang santri, yang notabolisme adalah seseorang yang pada umumnya sudah,sedang,atau selalu mempelajari agama.
Begitu juga kesakraian momentum hari santri yang berdekatan dengan prosesi agenda regulasi politik tersebut.Namun, ternyata negeri ini tidak membutuhkan label santri kepada warganya agar sembuh dari luka-luka kedholiman dan keserakahan.
Jika momentum ini diibaratkan seperti suasana lebaran tentu tidak mengapa, hanya saja masihkah mereka mau berpuasa kembali untuk berupaya dan terus berjuang memperbaiki sesuatu yang menjadi masalah,setidaknya bagi dirinya sendiri. Karena masih begitu banyak penampakan awam perihal proses mengenai diri.
Karena,sebelum berurusan dan memegang amanat yang diberikan khalayak ramai, setidaknya urusannya dengan diri sendiri sudah selesai. Bagaimana orang yang belum bisa mengobati dirinya mampu memberikan obat terhadap luka masyarakat umum?
Baik yang merasa menteri, yang merasa santri sebaiknya memiliki mental sebagai seorang mentri yang memiliki keahlian khusus untuk mengatasi permasalahan -permasalahan tertentu, terutama disaat dirinya dibutuhkan.
Apakah keahlian itu berasal dari ijazah formalitas suatu lembaga pendidikan bagi seorang menteri? Ataukah keahlian datang atas dasar pemberian ijazah dari seorang Kyai bagi seorang santri? Tentu hanya masing-masing dari pemilik identitas tersebut yang paling mengetahui otentitas dan keahlian dirinya sendiri.